Jumat, 28 Februari 2014

Adam & Yesus Kristus

Bahan Sermon Parhalado HKBP Dukuh Kupang Res. Surabaya
Jumat, 28 Pebruari 2014, Nas Roma 5 : 12 – 19

Pelanggaran Adam vs Pembenaran Kristus
Pengantar
                Siapa orang yang tidak kenal dengan Adam? Siapa orang yang tidak kenal dengan Yesus Kristus atau Isa Almasih. Mungkin hanya mereka-mereka yang Atheis, mungkin mereka yang beragama duniawi  (agama yang tercipta dari hasil pikiran dan perasaan manusia) bukan agama yang didasarkan oleh Wahyu Allah. Adam adalah nenek moyang seluruh manusia. Kenyakinan tentang Adam sebagai manusia yang pertama dengan demikian bahwa seluruh manusia adalah keturunan Adam, diwariskan dan dinyakini sebagai sebuah kebenaran iman. Demikian juga ketika iman mengatakan bahwa manusia berdosa adalah karena warisan dari dosa Adam. Statement itu jelass diajarkan oleh seluruh agama-agama semit yang pemeluknya hampir mencapai ¾ dari seluruh penduduk bumi. Namun sepanjang masa ada saja kelompok-kelompok atau aliran-aliran tertentu atau agama tertentu yang mengatakan bahwa mereka bukanlah keturunan Adam atau kelompok-kelompok yang tidak dengan mudah menerima bahwa mereka telah terlahir berdosa karena dosa warisan. Mereka lebih percaya bahwa setiap manusia dilahirkan suci seperti kertas putih. Ada juga kelompok yang menonjolkan rasio dan logikanya untuk menerima tentang ajaran keberdosaan manusaia dari kelahirannya.
Jemaat Roma yang beralatar belakang orang-orang yang gemar mempelajari ilmu dan logika, menginginkan penjelasan yang logis, mengapa kita membutuhkan Yesus, mengapa kita telah berdosa sejak dilahirkan dan mengapa dosa adam menjadi warisan bagi semua manusia. Inilah yang hendak dijawab paulus di dalam nas ini dengan sebuah penjelasan yanng sangat ringkas namun dalam dan jelas.

Keterangan Nas

5:12 Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia melalui satu orang, dan melalui dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.

Melalui satu orang, dosa telah masuk ke dalam dunia. Melalui dosa, maut telah masuk juga ke dalam dunia. Maka kita menemukan suatu rangkaian: melalui satu orang, dosa dan maut masuk ke dalam dunia. Sebab, upah dosa ialah maut (Rom 6.23). Pada gilirannya, maut itu telah menjalar kepada semua orang. Sebab, semua orang telah berbuat dosa. Kata-kata yang diterjemahkan dengan ‘karena semua orang telah berbuat dosa’, dalam Teks Yunani berbunyi [evfV w-| pa,ntej h[marton]. Kita pun dapat menerjemahkan dengan ‘karena di dalam dia semua orang telah berbuat dosa’. Ini sejajar dengan kata-kata Rasul Paulus dalam 1Kor 15.22: ‘semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam’ [Teks Yunani: evn tw/| VAda.m pa,ntej avpoqnh,|skousin]. Bisa kita terjemahkan: ‘di dalam Adam semua orang mati’. Jadi, di dalam Adam semua orang telah berbuat dosa, di dalam Adam juga semua orang mati.
Bertindak sebagai Kepala umat manusia dalam Perjanjian Perbuatan, pemberontakan Adam bukan hanya diperhitungkan sebagai dosanya sendiri semata-mata, tetapi juga dosa segenap umat manusia. Adam telah berbuat dosa, maka Allah memperhitungkan semua orang telah berbuat dosa. Padahal upah dosa adalah maut. Karena itu, baik Adam maupun semua orang akan menerima upah dosa tersebut yaitu mati.

5:13 Sebab sebelum hukum Taurat ada, dosa telah ada di dunia. Tetapi dosa itu tidak diperhitungkan kalau tidak ada hukum Taurat. 5:14 Sungguhpun demikian, maut telah berkuasa dari zaman Adam sampai zaman Musa, juga atas mereka yang tidak berbuat dosa dengan cara yang sama seperti pelanggaran yang telah dibuat oleh Adam, yang adalah gambaran Dia yang akan datang.

Melalui Adam, dosa masuk ke dalam dunia. Padahal Adam berdosa jauh sebelum Allah memberikan hukum Taurat kepada Bangsa Israel. Karena itu jelas, dosa telah ada di dunia sebelum hukum Taurat ada. Akan tetapi, jika hukum Taurat tidak ada, dosa tidak diperhitungkan. Padahal, maut telah berkuasa atas manusia sejak kejatuhan Adam sampai Musa. Artinya, sebelum Allah memberikan hukum Taurat pun maut telah berkuasa atas manusia. Dengan kata lain, sebelum hukum Taurat ada, umat manusia telah takluk kepada maut atau kematian. Maut berkuasa bukan hanya atas Adam, yang telah berbuat dosa dengan jalan makan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat (Itulah pelanggaran Adam terhadap Perjanjian Perbuatan). Tapi maut juga berkuasa atas orang-orang yang telah berbuat dosa dengan cara yang berbeda dengan Adam. Jadi, baik sebelum maupun sesudah Allah memberikan hukum Taurat, semua orang takluk kepada maut atau kematian.
Lalu, apakah artinya ‘jika hukum Taurat tidak ada, dosa tidak diperhitungkan’? Kata yang diterjemahkan dengan ‘diperhitungkan’ adalah [evllogei/tai], bentuk presen pasif indikatif dari [evlloge,w] atau [evlloga,w] – yang berarti ‘menanggungkan pada tanggungan seseorang’.
Yang menarik, di akhir ay 14 sang rasul menghubungkan Adam dengan Kristus. Kata Rasul Paulus, ‘Adam, yang adalah gambaran Dia yang akan datang’. Penyebutan ini pasti bukanlah sebuah kebetulan. hal ini  kena mengena dengan pernyataan sang rasul ‘jika hukum Taurat tidak ada, dosa tidak diperhitungkan’.
Ada beberapa pertanyaan yang boleh muncul : (i) siapakah yang ‘memperhitungkan’ atau ‘menanggungkan beban dosa pada tanggungan seseorang’? Allah sendiri; (ii) apakah dasarnya? Hukum Taurat; dan (iii) siapakah ‘seseorang’ yang menanggung beban dosa itu? Jawabnya, ‘Dia yang akan datang’, yaitu Kristus.
Bagaimana bisa demikian? Kita tahu, Kristus menggenapi tuntutan keadilan Allah yang terkandung di dalam hukum Taurat. Di satu sisi, Kristus melaksanakan dengan sempurna hukum moral yang termaktub di dalam hukum Taurat. Di sisi lain, Kristus menanggung kutuk atau hukuman yang termaktub di dalam hukum Taurat.
Pada sisi yang pertama, Ia melaksanakan hukum moral Taurat bagi kepentingan umat-Nya yang berdosa. Sedangkan pada sisi yang kedua, Ia menanggung kutuk hukum Taurat sebagai pengganti umat-Nya yang berdosa. Adapun sesungguhnya umat-Nya itulah – karena dosa mereka – yang seharusnya menanggung kutuk hukum Taurat.
Jelaslah bagi kita, dengan atau tanpa kehadiran hukum Taurat, semua manusia telah dan terus berbuat dosa dan dikuasai oleh maut. Akan tetapi dengan hadirnya hukum Taurat, terbukalah suatu perhitungan terhadap dosa, sehingga terbuka juga kemungkinan bagi manusia untuk terbebaskan dari maut. Manusia akan terbebaskan dari maut asal saja ada seseorang yang menanggung beban dosa mereka. Di satu sisi beban itu berupa keharusan melaksanakan hukum moral tanpa bercacat, dan di sisi lain menanggung kutuk dari hukum moral tersebut. Keharusan ganda itu termaktub dalam hukum Taurat. Dan, Kristuslah yang menanggungnya.
Di sini dapat kita lihat, Adam melanggar Perjanjian Perbuatan. Kristus menggenapi Perjanjian Perbuatan yang kepada-Nya diperhitungkan secara lembagawi di dalam hukum Taurat. Dengan kata lain, hukum Taurat adalah Perjanjian Perbuatan bagi Kristus.

5:15 Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam…………….. 5:16 Dan karunia itu tidak berimbangan dengan dosa satu orang………………
Rasul Paulus membentangkan paralelisme yang menarik:
(1) ‘karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam’ // ‘karunia itu tidak berimbangan dengan dosa satu orang’.
(2) ‘jika karena pelanggaran satu orang banyak orang telah jatuh di dalam kuasa maut’ // sebab penghakiman atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman’.
(3) ‘jauh lebih besar lagi anugerah Allah dan karunia-Nya yang dilimpahkan-Nya atas banyak orang, yaitu Yesus Kristus // tetapi pemberian karunia atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran’.
Dalam kesejajaran (1): ‘pelanggaran Adam’ disebut juga ‘dosa satu orang’. Dalam kesejajaran (2), hal yang sama disebut ‘pelanggaran satu orang’ dan ‘satu pelanggaran’. Kita kembali melihat posisi Adam sebagai Kepala Perjanjian dan dosa yang dibuatnya, yakni melanggar Perjanjian Perbuatan.
Karena pelanggaran Adam terhadap Perjanjian Perbuatan, banyak orang telah jatuh ke dalam kuasa maut. Dengan kata lain, penghakiman terhadap satu tindakan pelanggaran terhadap Perjanjian Perbuatan, telah mengakibatkan penghukuman atas banyak orang – yakni maut! Bahkan, menyusul kejatuhan semua orang ke dalam kuasa maut, pelanggaran manusia beranak-pinak. Sang rasul berkata-kata tentang ‘banyak pelanggaran’. Dengan kata lain, bukan lagi Adam semata-mata yang telah berbuat dosa, yakni dengan melanggar Perjanjian Perbuatan. Semua manusia yang dikepalainya pun – setelah terjerumus ke dalam penghukuman ilahi, yakni takluk kepada maut – berbuat dosa, melakukan pelanggaran-pelanggaran.
Di sinilah hebatnya pemberian (karunia) Allah yang bersumber pada anugerah-Nya semata. Karunia-Nya tidak sama, tidak berimbangan dengan pemberontakan Adam. Jika satu pemberontakan Adam menjerumuskan banyak orang ke dalam maut dan dengan demikian memperbanyak pelanggaran, karunia Allah justru berlimpah-limpah atas banyak orang, berlimpah-limpah atas banyak pelanggaran. Bila pemberontakan Adam mendatangkan penghukuman Allah atas banyak orang, karunia Allah di dalam Kristus justru mengakibatkan pembenaran atas banyak orang.

5:17 Sebab, jika karena pelanggaran satu orang, maut telah berkuasa melalui satu orang itu……..
Rasul Paulus mempertajam point-nya: ‘jika karena pelanggaran satu orang, maut telah berkuasa melalui orang itu’ dikontraskannya dengan ‘mereka, yang telah menerima kelimpahan anugerah dan karunia kebenaran, akan hidup dan berkuasa karena satu orang, yaitu Yesus Kristus’.
Kita lihat kontras yang sangat tajam. Karena pelanggaran Adam (satu orang), semua orang dikuasai oleh maut. Tetapi karena Yesus Kristus (satu orang!), ‘mereka’ akan hidup dan berkuasa. Yang dimaksud dengan ‘mereka’ adalah orang-orang yang telah menerima kelimpahan anugerah dan karunia kebenaran.

5:18 Jadi, sama seperti melalui satu pelanggaran banyak orang beroleh penghukuman, demikian pula melalui satu perbuatan kebenaran, banyak orang beroleh pembenaran untuk hidup. 5:19 Sebab, sama seperti melalui ketidaktaatan satu orang banyak orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula melalui ketaatan satu orang banyak orang menjadi orang benar.
Rasul Paulus pun meringkaskan:
(1) melalui satu pelanggaran (Adam, Kepala Perjanjian I), banyak orang beroleh penghukuman – yakni maut;
(2) melalui satu perbuatan kebenaran (Kristus, Kepala Perjanjian II), banyak orang beroleh pembenaran untuk hidup.
Dengan kata lain:
(1) melalui ketidaktaatan satu orang (Adam, Kepala Perjanjian I), banyak orang telah menjadi orang berdosa;
(2) melalui ketaatan satu orang (Kristus, Kepala Perjanjian II), banyak orang menjadi orang benar.

Kesimpulan
1.  Maka kita pun menemukan skema Rasul Paulus tentang Dua Kepala Perjanjian dan Dua Umat Manusia.
Kepala Perjanjian I: Adam. Sebagai Kepala, Adam gagal: Ia berbuat dosa dengan jalan melanggar Perjanjian Perbuatan. Akibatnya, segenap umat manusia yang dikepalainya terjerumus ke dalam penghukuman ilahi, yakni maut. Di dalam maut itu, mereka memperbanyak dosa, memperhebat pelanggaran.
Kepala Perjanjian II: Kristus. Sebagai Kepala, Kristus berhasil: Ia taat sempurna dengan jalan menggenapi hukum Taurat, yang merupakan Perjanjian Perbuatan bagi-Nya. Akibatnya, segenap umat manusia yang dikepalai-Nya beroleh pembenaran dan, karena itu, hidup. Di dalam hidup itu, mereka hidup bagi Allah.

2. Dengan nas ini kita diajarkan untuk menyadari kebutuhan kita untuk masuk did alam persekutuan dengan Kristus, karena hanya didalam Dialah kita menjadi Ciptaan Yang Baru menjadi manusia baru yang tidak lagi mewarisi dosa dan pelanggaran Adam namun kita menjadi  bagian dari pewaris kebenaran dan kehiduoan yang dianugerahkan Kristus. Karena hanya di dalam Daialah kita memperoleh pembenaran dan keselamatanyg sejati.
Amin.



Berdirilah Teguh, Jangan Takut (Matius 17 : 1 - 9)

Renungan untuk warta minggu, 02 Pebruari 2014
Nas : Matius 17 : 1 – 9
-----------------------------------
BERDIRILAH, HADAPILAH TANTANGAN & JANGAN TAKUT

Peristiwa Transfigurasi (perubahan rupa Yesus) yang sedang terjadi di Bukit Tabor sebagaimana yang terurai di dalam nas ini, adalah sebuah peristiwa yang luar biasa dan mulia. Yesus dalam rupa IlahiNya bertemu dengan Musa dan Elia di dalam tubuh barunya yaitu dengan tubuh surgawinya muncul dengan penuh bercahaya, bercakap-cakap dan berbicara dengan Tuhan Yesus untuk membicarakan hal-hal yang segera akan terjadi. Ada banyak pertanyaan yang bisa muncul dari pertemuan ini baik di kalangan teolog demikian juga jemaat awam. Kenapa Musa dan Elia yang bertemu dengan Yesus? Bagaimanakah rupa manusia-manusia benar setelah ia mati, bagaimana pula rupa manusia-manusia berdosa setelah ia mati. Adalah kemungkinan pertemuan dan komunikasi antara orang-orang yang hidup dengan yang mati?

Peristiwa Transfigurasi adalah suatu peristiwa mulia dan menakjubkan dimana orang-orang benar dan percaya bisa melihat kemuliaan yang akan diterimanya sebagai anugerah Tuhan setelah kematian, yaitu suatu kehidupan baru dalam rupa yang baru yang mengenakan tubuh yang baru yang tidak fana yaitu Tubuh Surgawi yang kekal. Suatu keadaan dimana tidak ada lagi sakit penyakit maupun kesusahan serta derita. Petrus, Yohanes dan Yakobus melihat kemuliaan itu sedemikian rupa sehingga spontanitas kemanusiaannya ingin memiliki dan mempertahankan kemuliaan itu.
Tanpa berpikir panjang Petrus mengeluarkan statement yang sesungguhnya bertentangan dengan apa yang dikehendaki oleh Tuhan Yesus. Pengajaran-pengajaran Yesus sebelumnya telah mengajak murid-muridnya untuk siap dan siaga menghadapi kesulitan dan penderitaan yang akan segera terjadi sebagai bagian penggenapan misi Sang Mesias. Namun dengan peristiwa mulia ini Petrus tidak mampu mengendalikan dirinya untuk berdiam diri menikmati kemuliaan itu  dan mendengarkan apa yang sedang “direncanakan Tuhan” tetapi ia sendiri langsung “berbicara” dan membuat rencananya sendiri. Itulah yang tidak berkenan dihadapan  Tuhan. Tuhan mengajak mereka turun dan menghadapi segala hal yang segera terjadi, bukan menghindar dari penderitaan itu.
Dengan nas ini , Tuhan memberikan teladan bagi kita Ketika penderitaan dan pergumulan datang, satu hal yang pertama yang Tuhan Yesus lakukan adalah  menenangkan diri, berdiam  untuk berdoa. Ia tidak mengeluh dan mengoceh terlalu banyak, ia juga tidak bersungut-sungut dan menyalahkan, Ia juga tidak mencari aman dan menghindar. Namun ia menjalani dengan penyerahan total kepada BapaNya sehingga BapaNya menguatkanNya dengan menghadirkan peristiwa tarsfigurasi ini.

Demikianlah firman ini mengajak kita untuk mampu menguasi diri dan menenangkan diri ketika pergumulan dan penderitaan hadir di dalam hidup kita.  karena dengan berdiam diri dan berdoa kita bisa mendengarkan suara Tuhan. Janganlah bersungut-sungut dan banyak bicara. Berilah ruang kepada Tuhan untuk berbicara kepada kita sehingga mata kita bisa melihat campur tangan Tuhan memberikan jalan keluar kepada kita menghadapi segala pergumulan itu. Jangan takut dan gentar, tetapi berdirilah teguh untuk menghadapinya, karena Tuhan berjalan bersama dengan kita.



Selasa, 11 Februari 2014

BAHAN SERMON PARHALADO SE-RESSORT HKBP SURABAYA
SENIN, 10 PEBRUARI 2014, UNTUK EPISTEL MINGGU 16 PEBRUARI 2014
Nas  :   1 Korintus 3 : 1 - 11

KAWAN SEKERJA ALLAH
PENGANTAR
Surat Paulus Yang Pertama Kepada Jemaat di Korintus  ditulis untuk membahas persoalan-persoalan yang timbul di dalam jemaat yang telah didirikan oleh Paulus di Korintus. Persoalan-persoalan tersebut adalah mengenai kehidupan dan kepercayaan Kristen. Pada waktu itu Korintus adalah sebuah kota Yunani, ibukota provinsi Akhaya yang termasuk wilayah pemerintahan Roma. Kota ini, yang penduduknya terdiri dari banyak macam bangsa, terkenal karena kemajuannya dalam perdagangan, kebudayaannya yang tinggi, tetapi juga karena keadaan susilanya yang rendah dan karena adanya bermacam-macam agama di situ.
Yang terutama menjadi pikiran Rasul Paulus ialah persoalan tentang perpecahan dan kebejatan di dalam jemaat, dan tentang persoalan-persoalan seks dan perkawinan, persoalan hati nurani, tata tertib dalam jemaat, karunia-karunia Roh Allah, dan tentang bangkitnya orang mati. Dengan pandangan yang dalam, Paulus menunjukkan bagaimana Kabar Baik dari Allah itu menyoroti persoalan-persoalan tersebut.
Perikop kita pasal 3 ini adalah lanjutan nasehat Paulus tentang persoalan perpecahan yang nyata terjadi di tengah-tengah jemaat itu, sebagaimana yang diterangkan di pasal 2 sebelumnya. Menurut paulus itu adalah gambaran nyata bahwa jemaat korintus belum dewasa.

KETERANGAN NAS  :
Ayat 1 - 4 Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus.   (3:2) Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarang pun kamu belum dapat menerimanya. (3:3). Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi? (3:4) Karena jika yang seorang berkata: "Aku dari golongan Paulus," dan yang lain berkata: "Aku dari golongan Apolos," bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi yang bukan rohani?

Dengan keras dan jelas, Paulus menyebut jemaat Korintus sebagai jemaat yang masih berkarakter anak-anak (jemaat yang belum dewasa), jemaat yang masih harus terus didampingi dan belum bisa dilepas mandiri, jemaat yang belum mampu mengatasi persoalannya sendiri. Jemaat yang masih menonjolkan ego dan kelompoknya masing-masing. Iri hati dan perselisihan masih terus mengancam jemaat tersebut bahkan cenderung menyebabkan perpecahan. Jemaat Korintus masih belum bias saling menerima perbedaan. Masing-masing kelompok menonjolkan kelompoknya masing-masing dan menganggap kelompok yang lain sebagai kelompok yang salah, kehidupan rohani jemaat tidak ada bedanya dengan kehidupan dari orang-orang disekelilingnya. Di jaman itu, masyarakat Korintus memang terbagi-bagi atas kelompok-kelompok yang saling menonjolkan diri. Ada kelompok masyarakat Yunani. Ada kelompok masyarakat Yahudi, dll,  ada kelompok masyarakat terpelajar (para filsuf), ada kelompok pedagang, ada kelompok masyarakat biasa, dll. Pengaruh masyarakat luar persekutuan itu nampaknya juga masuk mempengaruhi jemaat. Jemaat Kristen yang berasal dari orang Yahudi dan terus berpegang teguh kepada Hukum Taurat menyebut diri mereka sebagai kelompok Kefas (Petrus),  jemaat Kristen yang berasal dari orang-orang Yunani dan cenderung mengaku diri sebagai orang-orang pintar menyebut diri mereka sebagai kelompok Apollos, sementara jemaat Kristen yang berasal dari percampuran Yahudi-Yunani menyebut diri mereka sebagai kelompok Paulus sedangkan jemaat yang merasa dirinya kecil dan kurang berharga karena lemah dari sisi ekonomi dan intelektual menyebut diri mereka sebagai jemaat kelompok Yesus. Inilah yang dengan keras dikritik oleh Paulus karena mereka masih terus dikuasai oleh sifat duniawi, belum bertumbuh di dalam satu persaaan bagian dari sebuah keluarga Allah yang saling menerima berbedaan tanpa harus saling menonjolkan diri.

Ayat  5 – 9 “Jadi, apakah Apolos? Apakah Paulus? Pelayan-pelayan Tuhan yang olehnya kamu menjadi percaya, masing-masing menurut jalan yang diberikan Tuhan kepadanya. Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan. Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri.Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah” ( 1 Korintus 3:5-9 )

Dalam nas ini, Paulus dengan tegas mengungkapkan bahwa sikap yang dipertontonkan oleh umat yang terpecah-pecah itu sungguh tidaklah baik. Tidak baik untuk terpilah-pilah hanya karena memfavoritkan seorang hamba Tuhan. Hal ini mengingatkan kita akan perpecahan HKBP beberapa tahun yang lalu.dimana jemaat HKBP sempat terpecah menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok SAE  Nababan (Kelompok SSA) dan kelompok PWT. Simanjuntak (Kelompok SAI Tiara). Pertikaian dan perpecahan terjadi dimana-mana dan menyebabkan rusaknya praktek-praktek kehidupan jemaat. Sementara disisi lain, para hamba Tuhan itu sesungguhnya baik-baik saja, dan tidak ada perpecahan, karena ketika mereka ketemu, mereka bersalaman dan bertegur sapa. Demikianlah juga yang terjadi di jaman Paulus. Hubungan antara Paulus, Petrus dan Apollos sesungguhnya baik-baik saja, sesame Rasul mereka saling menghargai dan berbagai lapangan penginjilan. Akan tetapi sebaliknya terjadi di  jemaat Korintus, persekutuan mereka terancam pecah. Inilah yang diperingatkan oleh Paulus agar mereka kembali bersatu karena sesungguhnya mereka harus kembali berpusat kepada Allah. Karena Allahlah yang membuat jemaat bertumbuh, bukan para hamba-hambaNya. Tugas hamba-hambaNya adalah menaburkan benih dan menyiraminya, namun yang menumbuhkan adalah Allah sendiri. Dan itupun tergantung kepada lahan persemaian itu yaitu hati setiap jemaat yang mendengarkan Firman Tuhan (benih itu) sendiri. Para hamba-hamba Tuhan itu adalah sama dihadapan Tuhan, ketika mereka mengerjakan  tugasnya sebagai hamba Tuhan yang setia. Bagi manusia, hamba-hamba Tuhan itu mungkin berbeda-beda, akan tetapi bagi Tuhan mereka adalah sama – rekanNya untuk mendirikan Kerajaan Tuhan di dunia ini. Dihadapan Tuhan Gembala yang menurut manusia ada gembala besar (karena melayani jemaat dalam jumlah yang besar atau karena kemampuannya melayani dengan baik) atau gembala kecil (karena hanya melayani sekelompok orang saja, dlsb) adalah sama saja, sepanjang ia setia mengerjakan pekerjaan Tuhan yang dipercayakan kepadanya.. oleh karena itu ini tidak perlu kita angkuHkan. Misalnya : apakah kita sebagai jemaat HKBP (jemaat Gereja Besar) atau jemaat gereja HKI (salah satu gereja yang tergolong kecil dalam jumlah jemaat), itu semua tidak perlu kita sombongkan, karena kita sama dihadapan Tuhan. Demikian juga menjadi Pendeta Ressort atau menjadi Pendeta Diperbantukan, itu juga sama dihadapan Tuhan , menjadi Pendeta atau menjadi Penatua itu juga sama dihdapan Tuhan, sama-sam Rekan Sekerja ALLAH. Menjadi Penginjil Hebat atau menjadi seorang Guru Sekolah Minggu Gereja Kecil di Puncak Gunung juga adalah sama dihdapan Tuhan – sama-sama Rekan Sekerja Allah.
Paulus menyebut dirinya dan semua yang terlibat dalam penginjilan, misi, penggembalaan, pembangunan gereja, dan berbagai bentuk pelayanan lain, sebagai “kawan sekerja Allah”, sambil tetap memakai istilah pelayan Tuhan. Dalam perusahaan, “kawan sekerja” atau “ partner” biasa juga disebut kolega, atau rekanan. Ini menunjukkan kedudukan yang sangat penting dan terhormat.
Konsep paradoks ini sebaiknya ada bersamaan dalam diri tiap orang yang terlibat dalam pekerjaan Allah. Kita yang sudah dilahirbarukan oleh Roh Kudus adalah hamba-Nya karena kasih karunia-Nya yang menyelamatkan, membuat hidup kita adalah milik-Nya ( Bdk Roma 6:22 ). Kita adalah kawan sekerja-Nya sebab dalam keajaiban anugerah dan cara Ia mewujudkan rencana-Nya, Ia menjadikan kita rekan-Nya. Jika konsep ini benar-benar kita hayati, pasti radikal praktiknya ! Kita tidak akan bersaing dengan sesama pekerja Tuhan, tetapi bekerja sama ! Kita tidak menilai pelayanan dari cara pandang yang lepas dan pecah, tetapi dari persfektif kebersamaan yaitu keutuhan tubuh Kristus. Kita bersyukur boleh berjuang dan semua yang kita kerjakan saling melengkapi dan Allah nyata berkarya di dalamnya !

Ayat  10 - 11  Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. (3 : 11) Karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus.

Sekali lagi di dalam nas ini, Paulus menegaskan agar jemaat bisa bersatu dan bertumbuh di atas dasar Kristus sang pondasi Gereja. Memang Paulus telah meletakkan dasar itu dengan memperkenalkan berita tentang Kristus kepada umat itu, sementara rasul-rasul yang lain telah membangun diatas dasar itu, akan tetapi itu kembali kepada umat yang sedang dibangun diatas dasar itu. Apakah mereka mau menjadi bangunan yang kuat dan kokoh berdiri diatas dasar yang kuat itu. Atau mereka mau keluar dari dasar itu dan berdiri di atas dasar yang lain. Oleh karena itu peran serta jemaat juga sangat menentukan di dalam menentukan kualitas dirinya. Karena kualitas dirinya akan sangat mempengaruhi kualitas bangunan itu sendiri. Oleh Karena itujemaat harus menjaga hatinya dari rasa iri hati dan saling membenci. Karen airi hati dan benci adalah bagaikan virus yang dapat merusak seluruh sendi-sendi kehidupannya, demikian juga kehidupan persekutuan dan komunitasnya. Seharusnyalah mereka dapat saling menerima perbedaan dan keberagaman itu dan diatas keberagaman itu mereka dapat bertumbuh bersama.


Kita bukanlah pengikut manusia, kita bukan pengikut Paulus, atau pengikut Apollos, kita bukan pengikut Marthin Luther atau pengikut Calvinis, kita juga bukan pengkit SAE Nababan atau pengikut PWT. Simanjuntak, kita adalah pengikut Kristus. Dari sejak awal kita sudah diciptakan berbeda. Dan berbeda itu indah jika dipadukan secara harmonis. Menjadi berbeda itu indah, karena dengan berbeda kita saling membutuhkan, saling mengisi dan saling menyempurnakan. Unity in diversity. One for All. All for One. Yaitu Kristus. Amin.