Rabu, 29 April 2020

Drama singkat untuk kegiatan ibu-ibu


Perempuan-perempuan Kristen yang tangguh & Bijaksana – berjuang demi keberhasilan anak-anak

(Drama Singkat ibu-ibu ini hanyalah kerangka cerita singkat (draft), oleh karena itu percakapan dan lainnya bisa ditambahkan dan dikembangkan sesuai dengan daya seni ibu-ibu)

Babak I : Suasana setiap pagi di rumah Bu Tigor

Prolog :    
Tuhan menciptakan perempuan adalah setara dan sejajar dengan lelaki. Meski di dalam sejarahnya perempuan diciptakan dari laki-laki, akan tetapi Tuhan memberikan posisi yang sangat terhormat bagi perempuan terhadap lelaki yaitu peran sebagai ”penolong”. Sebagaimana lelaki yang adalah gambar dan rupa Allah, perempuan pun hendaklah menjadi ciptaan yang penuh tanggungjawab dan bijaksana di dalam peran-peran hidupnya. Akan tetapi di jaman ini ada banyak perempuan yang tidak dapat mandiri dan berharap hanya kepada lelaki. Perempuan-perempuan yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Apakah perempuan-perempuan Batak kristen juga seperti itu?
                  (marilah kita mendengarkan bagaimana perempuan-perempuan Batak Kristen yang tinggal di Kampung Halaman (Bona Pasogit) memperjuangkan hidupnya dan keluarganya.

Latar Panggung : Tampak di panggung seorang ibu dan seorang Bapak sudah nampak sibuk (sementara suasana masih gelap karena hari masih sangat pagi). Ibu sedang memasak sementara si Bapak sedang repot membolak-balik kertas di dalam map
               
Mak Tigor  : (sambil bekerja memasak sarapan pagi, si Ibu membangunkan anak-anaknya dengan teriakan).
                          Tigor...., Tiur.....bangun-bangun...., apa kalian tidak sekolah......?
Pak Tigor   : (sambil tetap sibuk membolak balik kertas-kertas)   Jangan teriak-teriak ibu, malu di dengar orang!
Mak Tigor    :  Kalau tidak begitu, mereka tidak akan bangun!
Tiur               :   Sudah bangun kok  mak! (Tiur keluar dari kamar seolah-olah menunjukkan wajahnya)
Mak Tigor    :   Tiur, bangun i dulu abangmu itu! Sudah jam lima, sudah terang matahari.
Tiur             :    Abang !.....abang Tigor, bangun sudah jam lima, ayo cepat kita mau ibadah ( kemudian Tigor muncul  dan  masih nampak ngantuk!)
Pak Tigor  : Kau cucilah dulu muka kau itu, setelah itu cepatlah kau datang kemari biar kita beribadah. Mamaklah nanti yang buat doa kita ya! (lalu mereka beribadah, duduk berhadap-hadapan dan nampak seolah-olah bernyanyi dan Bapak seolah-olah menerangkan firman lalu ditutup dengan doa).
Mak Tigor    :   Sekarang kau  antar dulu sayur ini ke rumah Tulang Sitanggang,  katanya nanti malam ada partangiangan di rumah mereka (sambil memberikan sayur di dalam plastik)
Tigor              :   Sebentar lagilah ma, aku mau belajar pagi ini,  nanti aku ulangan!
Mak Tigor    :   Bah..bah,bah....kok baru sekarang kau belajar.  Katamu kau mau jadi pengacara, tapi belajarnya kok nunggu mau ulangan. mana bisa begitu kalau mau jadi pengacara.
                            Sekarang antarlah dulu sayur ini supaya ada dimasak tulangmu untuk nanti malam. Baru setelah itu kau belajar lagi. Mamak mau pergi dulu ke pasar pagi... doakan kalianlah supaya sayur kita ini bisa laku supaya kita  bisa beli beras dan bisa bayar uang sekolah kalian, Tiur ...kau masaklah sayur sama ikan kita ya..jangan lupa telur ayam kampung ya, abangmu mau ujian.   nanti sebelum berangkat sekolah kita bisa makan sama-sama. Kalau nasi sudah mamak masa di magicom.
Tiur                :   Olo omak!
Mak Tigor    :   Bapak Tigor!    Jam berapa kau nanti ke kantor samsat?
Pak Tigor     : Jam  sembilan, aku mau mengurus perpanjangan surat angkot kita ini. Semalam kena tangkap polisi aku  karena surat-suratnya sudah pada mati. Untunglah polisi itu marga Silitonga, satu kampung dengan kita dari Sipahutar,  jadi dilepaskannyalah aku.
Mak Tigor    :   kalau begitu antarlah dulu aku ke pasar!
Pak Tigor     :   Beta ma!
                            Tigor, tiur, kami pergi dulu ya. Enak masak ya boru. Dan kau Tigor jangan lupa mengantar sayur itu ke rumah tulangmu itu
Tigor              :   Olo Bapa.

Prolog           :   Begitulah suasana setiap pagi di rumah Ibu Tigor yang bekerja sebagi pedagang sayur sementara Bapak Tigor adalah seorang supir angkutan kota. Anak mereka Tigor sudah duduk di kelas 3 SLTA dan Tiur masih SMP.Ibu Tigor menyempatkan diri untuk bekerja mencari uang belanja tambahan demi memperjuangkan pendidikan anak-anaknya. 
                                       

Babak II : Ibu-ibu sedang berdagang di Pasar Pagi

Prolog           :   Pagi yang masih gelap tidak menjadi penghalang bagi para ibu-ibu (angka inang parenggerengge) untuk menjual dagangannya.  Ibu Tigor yang berdagang sayur-sayuran juga tampak mulai sibuk menawarkan sayur-mayur dagangannya.
                            Sementara Bapak Tigor sendiri sambil menunggu istrinya berjualan, ia juga ikut berjualan plastik ke pada pedagang.

Latar panggung : Nampak beberapa ibu sedang berjualan dan ibu-ibu lainnya lalu lalang seolah-olah menawar dan membeli barang. Di samping Ibu Tigor ada Bu Bambang yang juga sedang berjualan  buah-buahan.

Bu Bambang  : apa kabar ibu Tigor hari ini, sudah pada laku jualannya?
Bu Tigor       :   baru balik modal ibu, kalau keuntungan belum. Kalau ibu sendiri apa sudah banyak yang laku!
Bu Bambang  : Belum ibu, nampaknya orang-orang di kampung kita ini kurang suka makan buah ya!
Bu Tigor       :   Oh ya, betul itu... kalau orang-orang di kampung kita manalah begitu penting makan buah, yang penting itu adalah ada nasi, ada jagal atau ikan, cukuplah itu , kadang-kadang dengan gulamo aja udah enak perasaaannya.. Kalau buah dan sayur... ya hanya sebagian orang sajalah itupun kalau mereka mulai sadar akan pentingnya kesehatan.
Bu Bambang  : Kenapa begitu ya ibu?
Bu Tigor       :   karena bagi orang-orang kita itu yang penting adalah ada uang untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya, sampai sarjana, insiyur, dokter atau tentara.

(kemudian ada beberapa ibu yang sedang menawar sayurnya ibu Tigor).

Bu Tigor       :   Buat inang, buat...., segar-segar....., asli dari ladang sendiri?
Pembeli 1    :   Berapa harga sayur ini inang?
Bu Tigor       :   Hanya 2 ribu satu kilo, kalau yang itu tiga ribu, mau yang mana inang...
Pembeli 1    :   Bungkus inanglah dulu sayur ini 10 kilo, masih adakan?
Bu Tigor       :   Bah... godang ma i, mau untuk apa itu inang? Apa ada acara di rumah?
Pembeli 1    :   Datang tulangnya si ucok dari Siantar, jadi mau masak enaklah nanti di rumah.
Bu Tigor       :   I do hape.
Pembeli 2    :   Kantang ini berapa sekilo inang?
Bu Tigor       :   Kalau kantang minggu ini agak sedikit naik harganya, jadi 4 ribu sekilo. Berapa kilo sama inang?
Pembeli 2    :   Tiga ribulah ya inang, aku mau ambil 5 kilo. Wortelnya 2 kilo.
Bu Tigor       : buatma inang, ada lagi yang lain inang?
Pembeli 2    :   Cukup majo i.
Bu Tigor       : Ini inang sayurnya, ada lagi yang lain?
Pembeli 1 :  Sudah cukup, makasih ya inang.
Bu Rio           :   Halo…bu Tigor, selamat pagi.... apa kabar ibu Tigor…?
Bu Tigor       :   Selamat pagi inang Guru, ya beginalah inang, inang mau belanja sayur apa ?
Bu Rio           :   Aku mau cari sayur ketela sama pote......., masih ada inang ?
Bu Tigor       :   Wah.. kebetulan inang, ini masih ada dua ikat lagi tapi potenya tinggal 5  papan, apa cukup ini inang..?
Bu Rio           :   Wah..sudah cukup lah itu, banyak-banyak pun nanti kamar mandi jadi bau semua. Hanya amang guru sama beremuna si Rio itunya yang paling suka makan pote ini, kalu ngak ada pote mereka itu ngak mau makan. Kalau kami, ikan teri itu aja sudah cukuplah.
                            Bu Tigor, hari ini khan hari jumat, jangan lupa ya nanti sore kita marhari jumat, kita ada PA Ibu-ibu ya,  di gereja.
Bu Tigor       :   Oh ya, inang, aku pasti datang....sayur apa lagi inang?
Bu Rio           :   oh udah, udah cukup. Ini juga sudah banyak untuk kami...mauliate inang da!
Bu Tigor       :   Sama-sama inang, masak yang enak ya inang.....

Bu bambang : Wah……laris manis ya bu, sayur-mayurnya, nampaknya sudah mau habis! Cepat sekali padahal masih jam 6 pagi,
Bu Tigor       :   Puji Tuhan ibu, ini juga tinggal sedikit. Ibu mau….ini.. untuk dimasak buat anak-anak?
                            Saya mau pulang duluan, Kebetulan anak-anak khan hari ini mau ulangan di sekolah, jadi aku mau buru-buru pulang, supaya sempat makan bersama dan berdoa bersama sebelum mereka berangkat sekolah…
Bu bambang : Wah…enak sekali ya anak-anak ibu sebelum berangkat ujian diberangkatkan dengan doa dulu, makan bersama lagi.
Bu Tigor       : Ya…harus begitulah ibu, karena sekeras apapun kita bekerja kita harus tetap memberikan waktu kita kepada anak-anak kita. Khan mereka harta kita yang paling berharga.
                            Pak Tigor, ayo kita pulang supaya kita sempat sarapan dengan anak-anak kita!





Prolog           :   Demikianlah setiap paginya ibu Tigor berdagang sayur mayur di Pasar pagi, akan tetapi satu hal yang indah dari kehidupannya adalah bahwa sesibuk apapun ia pagi-pagi, ia akan selalu sempatkan pulang ke rumah sebelum anak-anaknya pergi sekolah. Ia membiasakan makan pagi bersama dan memberangkatkan anak-anaknya dengan doa.



                                       
Babak III   :  Kel Ibu Tigor memanfaatkan sarapan pagi sebagai saat yang indah untuk menasehati anak-anaknya sebelum berangkat sekolah

Prolog         :  Sebagaimana yang dijanjikan dan biasa dilakukan Bu Tigor dan Pak Tigor kepada anak-anaknya, pagi ini mereka pulang lebih cepat. Mereka selalu menyempatkan untuk sarapan bersama dengan anak-anaknya dan memberangkatkan mereka ke sekolah dengan doa

Bu Tigor       :   Tiur... !!!!!!! dimana kau boru….?
Tiur                :   Ia oma, mama sama bapa sudah pulang? Bagaimana jualannya ma, habis?
Bu Tigor       :   Puji Tuhan...sudah jadi kau masak sayur dan ikan lauk kita untuk sarapan?
Tiur                :   sudah oma.
Bu Tigor       : kalau begitu panggillah abangmu biar sarapan kita barulah kalian pergi sekolah ya.
(nampak kemudian sebuah meja makan dimana Pak Tigor dan Bu Tigor, Tigor dan Tiur sudah selesai sarapan (Tigor dan Tiur sudah berseragam sekolah)
Bu Tigor       :   Ujian apa kau nanti Tigor?
Tigor              :   Ujian Matematika oma!
Bu Tigor       :   kau jawablah bagus-bagus ya,  biar kau bisa lulus dan berhasil kelak. Kalau sudah pulang dari sekolah jangan lagi kau mampir-mampir atau main-main di simpang itu ya, banyak godaan disitu, perokok, pemabuk.  langsunglah pulang!  bantu adikmu di rumah. Mama nanti mau ikut manggaji-gaji di ladangnya tulang Sitorus (tulangnya si Dame). Supaya ada nanti untuk masuk kuliahmu!
Tigor              :   Ia oma,
Bu Tiur         :   Dan kau Tiur, ujian apa kau nanti, sudah belajar?
Tiur                :   sudah mama, kami nanti ujian bahasa Inggris.
Bu Tigor       :   Kau juga Tiur, bagus-baguslah kau belajar, jangan kalah kau dengan abangmu si tigor itu, coba kau lihat dulu si  Sondang itu, sudah sarjana, sudah berhasil dan bekerja di perusahaan luar negeri. Khan bangga orangtua. Manalah kaya orangtuanya, tapi karena anaknya sungguh-sungguh belajar, orangtua pun pasti akan memperjuangkannya.
Pak Tigor     :   Betul itu Tiur, dan kau juga Tigor, dengar nasehat mamakmu itu.  Kalau kalian berhasil untuk kalian juga ya itu, kalau kami apalah, paling-paling kami bangga, anak-anak kami sudah berhasil. Ngak berganti pun baju kami, ngak masalah itu bagi kami asallah ada untuk sekolah kalian.
Tiur & Tigor    : ia bapa.
Bu Tigor       :   Ya udahlah... sudah jam tengah tujuh sekarang, sebelum kalian berangkat sekolah marilah dulu kita berdoa, Bapalah yang buat doa kita?
Pak Tigor     :   ahhh...mamalah yang membuat doa kita
Bu Tigor       :   Bapalah....khan Bapanya imam di rumah tangga kita ini
Pak Tigor     : Mamalah, doanya mamak-mamak itu jauh lebih di dengarkan Tuhan dari pada doanya kaum Bapa
Bu Tigor       : Ya udah, marilah kita berdoa..............Amin.
Tigor dan Tiur : kami permisi pergi ya omak, bapak.....


Babak IV : Ibu-ibu sedang ikut bekerja ke ladang-ladang orang lain sebagai orang gajian (mamutik bawang).

Prolog           :   Sebagaimana ibu-ibu orang Batak lainnya di kampung mereka Ibu Tigor juga sering bekerja mangaji-gaji ke ladang orang lain sekedar mencari uang tambahan untuk keperluan keluarga dan sekolah anak-anak mereka. Biasanya ibu-ibu orang batak itu tidak mau hanya mengandalkan gaji atau belanja yang dikasih oleh suaminya. Sambil bekerja, sering sekali ibu-ibu itu saling bercerita tentang anak-anaknya.

(Sambil berjalan menuju ladang tempat ibu-ibu mengaji, sebagian ibu-ibu berjalan sambil ngobrol)
Bu Manik     :   halo ibu Tigor, apa kabar eda sekarang,  sehatnya kaloan semua?
Bu Tigor       :   Oh kami sehat-sehatnya semua, kalau orang eda apa kabar?
Bu Manik     : kami pun sehatnya,  kalau si Tigor sekarang sudak kelas berapa, eda?
Bu Tigor       : Wah sudah kelas tiga dia sekarang eda, inilah dia sudah mau ujian lulus-lulusan, makin berat eda...belum lagi dia minta kuliah




Bu Manik     :   Oh bagus itu eda.........anakku si eko itu pun sekarang lagi giat-giatnya belajar makanya kami juga  semangat untuk bekerja mengumpulkan uang supaya ada untuk uang kuliahnya. Kalau kakaknya si butet tahun ini KKN, kalau lancar tahun depan akan diwisuda. Kalau bapa nya si Tigor apa sekarang kegiatannya eda?
Bu Tigor       :   Narik Angkot eda......tapi tahulah eda.. berapalah yang bisa dibawa pulang. Sekarang orang sudah jarang naik angkot....orang-orang sudah lebih suka naik sepeda motor.
Bu Manik     :   Ima da, sabarlah eda....kalau kita bertekun dan rajin berusaha serta berdoa, pasti Tuhan akan cukupkan...kami pun seperti itunya. Kalau saya tidak ikut bekerja membantu itomu manalah cukup gajinya untuk kebutuhan kami. Eda khan tahu, berapalah gaji pegawai negeri, kecilnya....
Bu Tigor       :   Ima da eda....salut ya aku melihat eda...masih mau eda ikut mangaji-gaji, padahal kalau ibu-ibu lainnya , istri-istri pegawai negeri yang lain itu manalah mau...gensilah ya..
Bu Manik :      Apalah yang kita gensikan eda... asal lah ada yang kita beri untuk anak-anak kita, apapun pasti kita lakukan khan....merekanya harta kita...Kalau mereka berhasil khan kita bangga.
(lalu Bu Sinaga datang dan menyapa dan bergabung dengan mereka)
Bu Sinaga    :   Wah...nampaknya kompak kali kalian eda...?
Bu Tigor       :   Ia eda......sudah lama kami tidak ketemu....apa eda juga ikut manggaji ?
Bu Sinaga    :   Ia eda....kami lagi butuh duit, itomu sekarang sudah sakit-sakitan jadi tidak bisa lagi mencari duit, belum lagi biaya obatnya. Terpaksalah aku harus bekerja untuk mencari uang. Kalau tidak begitu manalah kami bisa makan.
Bu Manik     : Ya sabarlah eda, kita semua memang mempunyai pergumulan masing-masing, kalau suami kita tidak bisa memberikan yang cukup untuk keperluan kita dan anak-anak, kita pun sebagai istri haruslah membantu mereka. Jangan pula kita merendahkan suami-suami kita. Kitalah yang harus pintar-pintar mencari tambahan, pintar-pintar mengatur uang yang ada dan belejar mencukupkan diri.  Sebagai suami istri memang khan kita harus bekerjasama, supaya berhasil anak-anak kita itu.
Bu Tigor       : Pintar kalilah kau eda Manik, dari mana kau belajar kata-kata itu, sudah seperti penasehat presiden kau kudengar.
Bu Manik     :   Bu Tigor ini ada-ada saja, kita khan sebagai ibu-ibu harus saling menasehatkan dan menguatkan. Begitu juganya yang dikatakan inang bibel dan pendeta kita. Makanya enak kalinya kalau kita bisa ikut ke Kumpulan Ibu-ibu di gereja, setiap hari jumat sebelum belajar lagu kita mengadakan PA yang dipimpin pendeta, ia khan ibu Tigor?
Bu Tigor       :   Ia ibu Sinaga, datanglah kau juga ke kumpulan ibu-ibu masuk jam 5 nya kita, jadi masih sempatnya sebentar beres-beresan di rumah.
Bu Sinaga    :   Ia ya ibu-ibu kalau begitu akupun akan mengusahakanlah untuk bisa ikut kumpulan PA ibu-ibulah  di gereja.
Bu Tigor       :   baguslah itu ibu Naga... apalagi sebentar lagi kita akan Natal, ada pulanya rencana untuk mengadakan natal ibu-ibu, datanglah ibu, pasti kami semua akan senang, Tuhan pun pastilah senang.
Bu Sinaga    : ia ibu.
Bu Turnip (sang empunya ladang) :  eh...ibu-ibu jangan hanya ngumpul-ngumpul. Kalau yang ada pada kalian itu sudah selesai , ini masih banyak lagi. Menjelang sore kita usahakan selesai supaya langsung dibawa oleh pemborong ke luar kota.
Ibu-ibu         :   Olo inang, olo ....

(lalu ketiga ibu-ibu itu berlalu dan pergi meninggalkan panggung).




Babak V  :  Ibu-ibu di gereja sesudah PA

Prolog           : Di gereja-gereja Batak biasanya ada kumpulan ibu-ibu Parari Kamis (yaitu ibu-ibu yang mengadakan perkumpulan PA dan belejar koornya setiap hari Kamis sore) atau Kumpulan Ibu-ibu Parari Jumaat (kumpulan ibu-ibu yang mengadakan perkumpulan PA dan latihan koor setiap hari jumat sore). Di dalam PA ibu-ibu  yang dipimpin pendeta ini sering dibahas hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan dan pergumulan seorang ibu atau ibu-ibu jemaat. Demikianlah juga di dalam babak ini. Sepulang PA  dan latihan Koor biasanya ibu-ibu tidak langsung pulang, mereka masih senang berbincang-bincang di teras gereja menikmati matahari sore.

Bu Manik     :   Aku setujulah eda apa yang dikatakan pak pendeta tadi........kalau Yesus aja mau merendahkan dirinya dan menjadi manusia untuk membantu manusia dari pergumulannya melawan dosa untuk mendapatkan kehidupan yang kekal. Kenapa kita perempuan tidak mau merendahkan diri kita untuk bekerja membantu suami. Kenapa kita harus mempertahankan diri kita bahwa soal mencari uang itu hanya tanggungjawab suami.



Bu Regar      :   Ia ibu, aku pun setuju.....kalau ada kerjasama pasti kita bisa kok memenuhi kebutuhan rumah tangga kita, pasti kita bisa kok menyekolahkan anak-anak kita. Kalau hanya mengandalkan suaminya, manalah bisa kita makan, manalah bisa kita menyekolahkan anak-anak sampai sarjana, belum lagi kalau ada pesta dan adat. Habis kita.
Bu Sinaga    :   Ia ya bu, memang mau atau tidak mau kita memang harus ikut bekerja...dan ngak boleh malu.. Tuhan aja ngak pernah malu kok lahir dengan keadaan yang hina, padahal dia khan kaya. Tuhan aja ngak pernah merasa capek kok bekerja mencari manusia yang sesat. Kita pun khan harus seperti Tuhan. Ngapain malu bekerja, yang penting  khan tidak mencuri atau mengambil milik orang lain..ia khan ibu-ibu?
Bu Manik     :   Apalagi kalau kita menyekolahkan anak, di jaman sekarang manalah ada sekolah yang murah, kalau kita menginginkan anak-anak kita mampu bersaing dengan jaman ya harus beranilah...
Bu Tigor       : besar kali ibu biaya menyekolah anak ini, yang inilah, yang itulah, uang leslah, uang kursuslah, macam-macam pengeluaran mereka, awak pun tak pernah beli baju
Bu Regar      :   benar itu ibu Tigor, anakku itupun banyak kali pengeluarannya, katanya dia sekarang sedang skripsi, bentar lagi tamatlah dia menjadi sarjana hukum. Senang sekali aku.  Tapi ibu-ibu tahu tidak selama limat tahun aku harus banting Tulang,  apalagi bapak kami itu tidak lagi bisa bekerja. Sama seperti yang dibilang ibu Tigor itu baju pun tidak bisa berganti...
Bu Manik     :   jangan mengeluh ibu-ibu, masih untung kita bisa menyekolahkan anak-anak kita meskipun kita harus banting Tulang,  bagaimana orang-orang  yang disana itu tidak bisa pun mereka makan. Memang kita harus berkorbannya untuk anak-anak kita. Asal ada aja untuk mereka sudah senang ya hati ini.. Yesus pun berkorbannya untuk kita, asallah kita selamat sudah senang ya hati Tuhan itu...ya khan ibu-ibu.
                            Jadi janganlah kita mudah-mudah mengeluh apalagi terhadap anak-anak kita  “anakhonki do hamoraon di au”, kalau nanti mereka berhasil wah..bangga lah kita.

(Tiba-tiba Bapak Pendeta muncul & menyapa ibu-ibu yg sedang berbincang-bincang)

Pak Pendeta   :   Wah....asyik sekali ibu-ibu ngobrolnya,  apa belum pulang........?
Bu Manik     :   Ia Pak pendeta, ini kami lagi bincang-bincang tentang anak-anak.. sekarang khan biaya sekolah mereka itu mahal sekali. Minta ini, minta itulah, untung kalau si anak itu baik dan mau belajar, kalau tidak khan seperti buang-buang uang. Untuk memenuhi biaya pendidikan mereka ini, akhirnya ibu-ibu yang suka belanja ini tidak lagi bisa belanja untuk dirinya sendiri.
Pak Pendeta   :   oh....jadi ibu-ibu merasa susah memikirkan mereka. Kenapa harus susah ibu....bukan sebenarnya lebih susah kagi kalau tidak punya anak ??
Bu Sinaga    :   Ia ya amang......
Pak Pendeta   :   Ia.....jadi kalau ibu merasa anak-anak itu menjadi beban, ya minta pertolongan Tuhan untuk menjaga dan merawatnya. Bawa mereka di dalam doa-doa ibu-ibu, berikan waktu berkumpul bersama mereka dan sesekali ajak mereka ke pajak atau ke ladang dimana ibu-ibu bekerja supaya mereka tahu betapa beratnya mencari uang untuk sekolah mereka.
                            Jadi bersyukurlah kepada Tuhan, telah menganugerahkan anak kepada kita. Kenalkanlah Tuhan sesegera  dan sesering mungkin kepada mereka supaya mereka juga bisa dekat dengan Tuhan
Bu Turnip    :   Ia ya amang ....
Pak Pendeta   : Ya udah ya ibu-ibu... saya mau permisi dulu, ada sermon majelis........
Bu Tigor       : Ia amang, kami juga mau pulang, saya belum masak untuk makan malam, tadi dari ladang ibu Turnip, mandi langsung ke gereja.
Bu Manik     :   Aku juga tadi begitu, ya udahlah ibu-ibu kita ketemu besok lagi di ladangnya ibu Turnip.

Prolog           : Demikianlah ibu-ibu di daerah itu, sesibuk-sibuknya bekerja mencari uang tambahan bahkan sampai manggaji-gaji di ladang orang tidak membuat mereka lupa kepada kumpulan ibu-ibu di gereja. Karena disitulah ibu-ibu ini bisa berbagai pergumulan dan beban pikiran mereka. Karena disitu jugalah mereka bisa saling menguatkan dan mendengar firman Tuhan.

Semua pemeran drama  bernyanyi – menyanyikan lagu ”Anakhonki Do hamoraon di au”

”Selamat Hari Natal Buat Kita Semua, jayalah Ibu-Ibu Kristen”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar