Perempuan-perempuan Kristen
yang tangguh & Bijaksana – berjuang demi keberhasilan anak-anak
(Drama Singkat ibu-ibu ini
hanyalah kerangka cerita singkat (draft), oleh karena itu percakapan dan
lainnya bisa ditambahkan dan dikembangkan sesuai dengan daya seni ibu-ibu)
Babak I : Suasana
setiap pagi di rumah Bu Tigor
Prolog :
Tuhan menciptakan perempuan adalah
setara dan sejajar dengan lelaki. Meski di dalam sejarahnya
perempuan diciptakan dari laki-laki, akan tetapi Tuhan memberikan posisi yang
sangat terhormat bagi perempuan terhadap lelaki yaitu peran sebagai ”penolong”.
Sebagaimana lelaki yang adalah gambar dan rupa Allah, perempuan pun hendaklah
menjadi ciptaan yang penuh tanggungjawab dan bijaksana di dalam peran-peran
hidupnya. Akan tetapi di jaman ini ada banyak perempuan yang tidak dapat
mandiri dan berharap hanya kepada lelaki. Perempuan-perempuan yang hanya
mementingkan dirinya sendiri. Apakah perempuan-perempuan Batak kristen juga
seperti itu?
(marilah
kita mendengarkan bagaimana perempuan-perempuan Batak Kristen yang tinggal di
Kampung Halaman (Bona Pasogit) memperjuangkan hidupnya dan keluarganya.
Latar Panggung : Tampak di panggung seorang
ibu dan seorang Bapak sudah nampak sibuk (sementara suasana masih gelap karena
hari masih sangat pagi). Ibu sedang memasak sementara si Bapak sedang repot
membolak-balik kertas di dalam map
Mak Tigor : (sambil bekerja memasak sarapan pagi, si
Ibu membangunkan anak-anaknya dengan teriakan).
Tigor....,
Tiur.....bangun-bangun...., apa kalian tidak sekolah......?
Pak Tigor : (sambil tetap sibuk membolak balik kertas-kertas) Jangan teriak-teriak ibu, malu di dengar
orang!
Mak Tigor : Kalau
tidak begitu, mereka tidak akan bangun!
Tiur : Sudah bangun kok mak! (Tiur
keluar dari kamar seolah-olah menunjukkan wajahnya)
Mak Tigor : Tiur,
bangun i dulu abangmu itu! Sudah jam lima, sudah terang matahari.
Tiur : Abang !.....abang Tigor, bangun sudah jam lima, ayo cepat kita mau
ibadah ( kemudian Tigor muncul dan masih nampak ngantuk!)
Pak Tigor : Kau
cucilah dulu muka kau itu, setelah itu cepatlah kau datang kemari biar kita
beribadah. Mamaklah nanti yang buat doa kita ya! (lalu mereka beribadah, duduk
berhadap-hadapan dan nampak seolah-olah bernyanyi dan Bapak seolah-olah
menerangkan firman lalu ditutup dengan doa).
Mak Tigor : Sekarang
kau antar dulu sayur ini ke rumah Tulang
Sitanggang, katanya nanti malam ada
partangiangan di rumah mereka (sambil memberikan sayur di dalam plastik)
Tigor : Sebentar
lagilah ma, aku mau belajar pagi ini, nanti aku ulangan!
Mak Tigor : Bah..bah,bah....kok
baru sekarang kau belajar. Katamu kau mau
jadi pengacara, tapi belajarnya kok nunggu mau ulangan. mana bisa begitu kalau
mau jadi pengacara.
Sekarang
antarlah dulu sayur ini supaya ada dimasak tulangmu untuk nanti malam. Baru
setelah itu kau belajar lagi. Mamak mau pergi dulu ke pasar pagi... doakan
kalianlah supaya sayur kita ini bisa laku supaya kita bisa beli beras dan bisa bayar uang sekolah
kalian, Tiur ...kau masaklah sayur sama ikan kita ya..jangan lupa telur ayam
kampung ya, abangmu mau ujian. nanti
sebelum berangkat sekolah kita bisa makan sama-sama. Kalau
nasi sudah mamak masa di magicom.
Tiur : Olo omak!
Mak Tigor : Bapak
Tigor! Jam berapa kau nanti ke kantor
samsat?
Pak Tigor : Jam
sembilan, aku mau mengurus perpanjangan surat angkot kita ini. Semalam kena tangkap polisi aku karena
surat-suratnya sudah pada mati. Untunglah polisi itu marga Silitonga, satu
kampung dengan kita dari Sipahutar, jadi
dilepaskannyalah aku.
Mak Tigor : kalau
begitu antarlah dulu aku ke pasar!
Pak Tigor : Beta
ma!
Tigor, tiur, kami pergi dulu ya. Enak
masak ya boru. Dan kau Tigor jangan lupa mengantar sayur itu ke rumah tulangmu
itu
Tigor : Olo
Bapa.
Prolog : Begitulah
suasana setiap pagi di rumah Ibu Tigor yang bekerja sebagi pedagang sayur
sementara Bapak Tigor adalah seorang supir angkutan kota. Anak mereka Tigor
sudah duduk di kelas 3 SLTA dan Tiur masih SMP.Ibu Tigor menyempatkan diri
untuk bekerja mencari uang belanja tambahan demi memperjuangkan pendidikan
anak-anaknya.
Babak
II : Ibu-ibu sedang berdagang di Pasar Pagi
Prolog : Pagi yang masih
gelap tidak menjadi penghalang bagi para ibu-ibu (angka inang parenggerengge)
untuk menjual dagangannya. Ibu Tigor
yang berdagang sayur-sayuran juga tampak mulai sibuk menawarkan sayur-mayur
dagangannya.
Sementara Bapak Tigor sendiri sambil
menunggu istrinya berjualan, ia juga ikut berjualan plastik ke pada pedagang.
Latar panggung : Nampak beberapa
ibu sedang berjualan dan ibu-ibu lainnya lalu lalang seolah-olah menawar dan
membeli barang. Di samping Ibu Tigor ada Bu Bambang yang juga sedang
berjualan buah-buahan.
Bu Bambang : apa kabar ibu Tigor hari ini, sudah pada laku jualannya?
Bu Tigor : baru balik modal ibu,
kalau keuntungan belum. Kalau ibu sendiri apa sudah banyak yang laku!
Bu Bambang : Belum ibu, nampaknya orang-orang di kampung kita ini kurang suka
makan buah ya!
Bu Tigor : Oh ya, betul itu...
kalau orang-orang di kampung kita manalah begitu penting makan buah, yang
penting itu adalah ada nasi, ada jagal atau ikan, cukuplah itu , kadang-kadang
dengan gulamo aja udah enak perasaaannya.. Kalau buah dan sayur... ya hanya
sebagian orang sajalah itupun kalau mereka mulai sadar akan pentingnya
kesehatan.
Bu Bambang : Kenapa begitu ya ibu?
Bu Tigor : karena bagi
orang-orang kita itu yang penting adalah ada uang untuk bisa menyekolahkan
anak-anaknya, sampai sarjana, insiyur, dokter atau tentara.
(kemudian ada beberapa ibu yang sedang menawar sayurnya ibu Tigor).
Bu Tigor : Buat inang, buat....,
segar-segar....., asli dari ladang sendiri?
Pembeli 1 : Berapa harga sayur ini
inang?
Bu Tigor : Hanya 2 ribu satu
kilo, kalau yang itu tiga ribu, mau yang mana inang...
Pembeli 1 : Bungkus inanglah dulu
sayur ini 10 kilo, masih adakan?
Bu Tigor : Bah... godang ma i,
mau untuk apa itu inang? Apa ada acara di rumah?
Pembeli 1 : Datang tulangnya si ucok
dari Siantar, jadi mau masak enaklah nanti di rumah.
Bu Tigor : I do hape.
Pembeli 2 : Kantang ini berapa
sekilo inang?
Bu Tigor : Kalau kantang minggu
ini agak sedikit naik harganya, jadi 4 ribu sekilo. Berapa kilo sama inang?
Pembeli 2 : Tiga ribulah ya inang,
aku mau ambil 5 kilo. Wortelnya 2 kilo.
Bu Tigor : buatma inang, ada lagi yang lain inang?
Pembeli
2 : Cukup
majo i.
Bu
Tigor : Ini inang sayurnya, ada lagi
yang lain?
Pembeli
1 : Sudah cukup, makasih ya inang.
Bu Rio : Halo…bu Tigor,
selamat pagi.... apa kabar ibu Tigor…?
Bu Tigor : Selamat pagi inang
Guru, ya beginalah inang, inang mau belanja sayur apa ?
Bu Rio : Aku mau cari
sayur ketela sama pote......., masih ada inang ?
Bu Tigor : Wah.. kebetulan
inang, ini masih ada dua ikat lagi tapi potenya tinggal 5 papan, apa cukup ini inang..?
Bu Rio : Wah..sudah cukup
lah itu, banyak-banyak pun nanti kamar mandi jadi bau semua. Hanya amang guru
sama beremuna si Rio itunya yang paling suka makan pote ini, kalu ngak ada pote
mereka itu ngak mau makan. Kalau kami, ikan teri itu aja sudah cukuplah.
Bu
Tigor, hari ini khan hari jumat, jangan lupa ya nanti sore kita marhari jumat,
kita ada PA Ibu-ibu ya, di gereja.
Bu Tigor : Oh ya, inang, aku
pasti datang....sayur apa lagi inang?
Bu Rio : oh udah, udah
cukup. Ini juga sudah banyak untuk kami...mauliate inang da!
Bu Tigor : Sama-sama inang,
masak yang enak ya inang.....
Bu bambang : Wah……laris manis ya bu,
sayur-mayurnya, nampaknya sudah mau habis! Cepat sekali padahal masih jam 6
pagi,
Bu
Tigor : Puji Tuhan ibu, ini juga tinggal sedikit. Ibu mau….ini.. untuk
dimasak buat anak-anak?
Saya mau pulang
duluan, Kebetulan anak-anak khan hari ini mau ulangan di sekolah, jadi aku mau
buru-buru pulang, supaya sempat makan bersama dan berdoa bersama sebelum mereka
berangkat sekolah…
Bu
bambang : Wah…enak sekali ya anak-anak ibu sebelum berangkat ujian
diberangkatkan dengan doa dulu, makan bersama lagi.
Bu
Tigor : Ya…harus begitulah ibu,
karena sekeras apapun kita bekerja kita harus tetap memberikan waktu kita
kepada anak-anak kita. Khan mereka harta kita yang paling berharga.
Pak Tigor, ayo kita
pulang supaya kita sempat sarapan dengan anak-anak kita!
Prolog : Demikianlah
setiap paginya ibu Tigor berdagang sayur mayur di Pasar pagi, akan tetapi satu
hal yang indah dari kehidupannya adalah bahwa sesibuk apapun ia pagi-pagi, ia
akan selalu sempatkan pulang ke rumah sebelum anak-anaknya pergi sekolah. Ia
membiasakan makan pagi bersama dan memberangkatkan anak-anaknya dengan doa.
Babak III : Kel Ibu Tigor
memanfaatkan sarapan pagi sebagai saat yang indah untuk menasehati anak-anaknya
sebelum berangkat sekolah
Prolog : Sebagaimana yang
dijanjikan dan biasa dilakukan Bu Tigor dan Pak Tigor kepada anak-anaknya, pagi
ini mereka pulang lebih cepat. Mereka selalu menyempatkan untuk sarapan bersama
dengan anak-anaknya dan memberangkatkan mereka ke sekolah dengan doa
Bu Tigor : Tiur... !!!!!!!
dimana kau boru….?
Tiur : Ia oma, mama sama bapa sudah pulang?
Bagaimana jualannya ma, habis?
Bu Tigor : Puji Tuhan...sudah
jadi kau masak sayur dan ikan lauk kita untuk sarapan?
Tiur : sudah oma.
Bu Tigor : kalau begitu panggillah abangmu biar sarapan kita barulah
kalian pergi sekolah ya.
(nampak kemudian sebuah meja makan
dimana Pak Tigor dan Bu Tigor, Tigor dan Tiur sudah selesai sarapan (Tigor dan
Tiur sudah berseragam sekolah)
Bu Tigor : Ujian apa kau nanti
Tigor?
Tigor : Ujian
Matematika oma!
Bu Tigor : kau jawablah
bagus-bagus ya, biar kau bisa lulus dan
berhasil kelak. Kalau sudah pulang dari sekolah jangan lagi kau mampir-mampir
atau main-main di simpang itu ya, banyak godaan disitu, perokok, pemabuk. langsunglah pulang! bantu adikmu di rumah. Mama nanti mau ikut
manggaji-gaji di ladangnya tulang Sitorus (tulangnya si Dame). Supaya ada nanti
untuk masuk kuliahmu!
Tigor : Ia oma,
Bu Tiur : Dan kau Tiur, ujian
apa kau nanti, sudah belajar?
Tiur :
sudah mama, kami nanti ujian bahasa
Inggris.
Bu Tigor : Kau juga Tiur,
bagus-baguslah kau belajar, jangan kalah kau dengan abangmu si tigor itu, coba
kau lihat dulu si Sondang itu, sudah
sarjana, sudah berhasil dan bekerja di perusahaan luar negeri. Khan bangga
orangtua. Manalah kaya orangtuanya, tapi karena anaknya sungguh-sungguh
belajar, orangtua pun pasti akan memperjuangkannya.
Pak Tigor : Betul itu Tiur, dan kau
juga Tigor, dengar nasehat mamakmu itu.
Kalau kalian berhasil untuk kalian juga ya itu, kalau kami apalah,
paling-paling kami bangga, anak-anak kami sudah berhasil. Ngak berganti pun
baju kami, ngak masalah itu bagi kami asallah ada untuk sekolah kalian.
Tiur & Tigor : ia bapa.
Bu Tigor : Ya udahlah... sudah
jam tengah tujuh sekarang, sebelum kalian berangkat sekolah marilah dulu kita
berdoa, Bapalah yang buat doa kita?
Pak Tigor : ahhh...mamalah yang
membuat doa kita
Bu Tigor : Bapalah....khan
Bapanya imam di rumah tangga kita ini
Pak Tigor : Mamalah, doanya mamak-mamak itu jauh lebih di dengarkan Tuhan
dari pada doanya kaum Bapa
Bu Tigor : Ya udah, marilah kita berdoa..............Amin.
Tigor dan Tiur : kami permisi pergi
ya omak, bapak.....
Babak IV : Ibu-ibu sedang ikut bekerja ke
ladang-ladang orang lain sebagai orang gajian (mamutik bawang).
Prolog : Sebagaimana
ibu-ibu orang Batak lainnya di kampung mereka Ibu Tigor juga sering bekerja
mangaji-gaji ke ladang orang lain sekedar mencari uang tambahan untuk keperluan
keluarga dan sekolah anak-anak mereka. Biasanya ibu-ibu orang batak itu tidak
mau hanya mengandalkan gaji atau belanja yang dikasih oleh suaminya. Sambil
bekerja, sering sekali ibu-ibu itu saling bercerita tentang anak-anaknya.
(Sambil berjalan menuju
ladang tempat ibu-ibu mengaji, sebagian ibu-ibu berjalan sambil ngobrol)
Bu Manik : halo ibu Tigor, apa
kabar eda sekarang, sehatnya kaloan
semua?
Bu Tigor : Oh kami
sehat-sehatnya semua, kalau orang eda apa kabar?
Bu Manik : kami pun sehatnya,
kalau si Tigor sekarang sudak kelas berapa, eda?
Bu Tigor : Wah sudah kelas tiga dia sekarang eda, inilah dia sudah mau
ujian lulus-lulusan, makin berat eda...belum lagi dia minta kuliah
Bu Manik : Oh bagus itu
eda.........anakku si eko itu pun sekarang lagi giat-giatnya belajar makanya
kami juga semangat untuk bekerja mengumpulkan
uang supaya ada untuk uang kuliahnya. Kalau kakaknya si butet tahun ini KKN,
kalau lancar tahun depan akan diwisuda. Kalau bapa nya si Tigor apa sekarang
kegiatannya eda?
Bu Tigor : Narik Angkot
eda......tapi tahulah eda.. berapalah yang bisa dibawa pulang. Sekarang orang
sudah jarang naik angkot....orang-orang sudah lebih suka naik sepeda motor.
Bu Manik : Ima da, sabarlah
eda....kalau kita bertekun dan rajin berusaha serta berdoa, pasti Tuhan akan
cukupkan...kami pun seperti itunya. Kalau saya tidak ikut bekerja membantu
itomu manalah cukup gajinya untuk kebutuhan kami. Eda khan tahu, berapalah gaji
pegawai negeri, kecilnya....
Bu Tigor : Ima da eda....salut
ya aku melihat eda...masih mau eda ikut mangaji-gaji, padahal kalau ibu-ibu
lainnya , istri-istri pegawai negeri yang lain itu manalah mau...gensilah ya..
Bu Manik : Apalah yang kita gensikan
eda... asal lah ada yang kita beri untuk anak-anak kita, apapun pasti kita
lakukan khan....merekanya harta kita...Kalau mereka berhasil khan kita bangga.
(lalu Bu Sinaga datang dan menyapa dan bergabung dengan mereka)
Bu Sinaga : Wah...nampaknya kompak
kali kalian eda...?
Bu Tigor : Ia eda......sudah
lama kami tidak ketemu....apa eda juga ikut manggaji ?
Bu Sinaga : Ia eda....kami lagi
butuh duit, itomu sekarang sudah sakit-sakitan jadi tidak bisa lagi mencari
duit, belum lagi biaya obatnya. Terpaksalah aku harus bekerja untuk mencari
uang. Kalau tidak begitu manalah kami bisa makan.
Bu Manik : Ya sabarlah eda, kita semua memang mempunyai pergumulan
masing-masing, kalau suami kita tidak bisa memberikan yang cukup untuk
keperluan kita dan anak-anak, kita pun sebagai istri haruslah membantu mereka.
Jangan pula kita merendahkan suami-suami kita. Kitalah yang harus pintar-pintar
mencari tambahan, pintar-pintar mengatur uang yang ada dan belejar mencukupkan
diri. Sebagai suami istri memang khan
kita harus bekerjasama, supaya berhasil anak-anak kita itu.
Bu Tigor : Pintar kalilah kau eda Manik, dari mana kau belajar
kata-kata itu, sudah seperti penasehat presiden kau kudengar.
Bu Manik : Bu Tigor ini ada-ada
saja, kita khan sebagai ibu-ibu harus saling menasehatkan dan menguatkan.
Begitu juganya yang dikatakan inang bibel dan pendeta kita. Makanya enak
kalinya kalau kita bisa ikut ke Kumpulan Ibu-ibu di gereja, setiap hari jumat
sebelum belajar lagu kita mengadakan PA yang dipimpin pendeta, ia khan ibu
Tigor?
Bu Tigor : Ia ibu Sinaga,
datanglah kau juga ke kumpulan ibu-ibu masuk jam 5 nya kita, jadi masih
sempatnya sebentar beres-beresan di rumah.
Bu Sinaga : Ia ya ibu-ibu kalau
begitu akupun akan mengusahakanlah untuk bisa ikut kumpulan PA ibu-ibulah di gereja.
Bu Tigor : baguslah itu ibu
Naga... apalagi sebentar lagi kita akan Natal, ada pulanya rencana untuk
mengadakan natal ibu-ibu, datanglah ibu, pasti kami semua akan senang, Tuhan
pun pastilah senang.
Bu Sinaga : ia ibu.
Bu Turnip (sang empunya ladang) : eh...ibu-ibu jangan hanya ngumpul-ngumpul. Kalau
yang ada pada kalian itu sudah selesai , ini masih banyak lagi. Menjelang sore
kita usahakan selesai supaya langsung dibawa oleh pemborong ke luar kota.
Ibu-ibu : Olo inang, olo ....
(lalu
ketiga ibu-ibu itu berlalu dan pergi meninggalkan panggung).
Babak V : Ibu-ibu di gereja sesudah PA
Prolog :
Di gereja-gereja Batak biasanya ada kumpulan ibu-ibu Parari Kamis (yaitu
ibu-ibu yang mengadakan perkumpulan PA dan belejar
koornya setiap hari Kamis sore) atau Kumpulan Ibu-ibu Parari Jumaat (kumpulan
ibu-ibu yang mengadakan perkumpulan PA dan latihan koor setiap hari jumat
sore). Di dalam PA ibu-ibu yang dipimpin
pendeta ini sering dibahas hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan dan
pergumulan seorang ibu atau ibu-ibu jemaat. Demikianlah juga di dalam babak
ini. Sepulang PA dan latihan Koor
biasanya ibu-ibu tidak langsung pulang, mereka masih senang berbincang-bincang
di teras gereja menikmati matahari sore.
Bu Manik : Aku setujulah eda apa
yang dikatakan pak pendeta tadi........kalau Yesus aja mau merendahkan dirinya
dan menjadi manusia untuk membantu manusia dari pergumulannya melawan dosa untuk
mendapatkan kehidupan yang kekal. Kenapa kita perempuan tidak mau merendahkan
diri kita untuk bekerja membantu suami. Kenapa kita harus mempertahankan diri
kita bahwa soal mencari uang itu hanya tanggungjawab suami.
Bu Regar : Ia ibu, aku pun
setuju.....kalau ada kerjasama pasti kita bisa kok memenuhi kebutuhan rumah
tangga kita, pasti kita bisa kok menyekolahkan anak-anak kita. Kalau hanya
mengandalkan suaminya, manalah bisa kita makan, manalah bisa kita menyekolahkan
anak-anak sampai sarjana, belum lagi kalau ada pesta dan adat. Habis kita.
Bu Sinaga : Ia ya bu, memang mau
atau tidak mau kita memang harus ikut bekerja...dan ngak boleh malu.. Tuhan aja ngak pernah malu kok lahir dengan keadaan yang hina, padahal
dia khan kaya. Tuhan aja ngak pernah merasa capek kok bekerja mencari manusia
yang sesat. Kita pun khan harus seperti Tuhan. Ngapain malu bekerja, yang
penting khan tidak mencuri atau
mengambil milik orang lain..ia khan ibu-ibu?
Bu Manik : Apalagi kalau kita
menyekolahkan anak, di jaman sekarang manalah ada sekolah yang murah, kalau
kita menginginkan anak-anak kita mampu bersaing dengan jaman ya harus
beranilah...
Bu Tigor : besar kali ibu biaya menyekolah anak ini, yang inilah, yang
itulah, uang leslah, uang kursuslah, macam-macam pengeluaran mereka, awak pun
tak pernah beli baju
Bu Regar : benar itu ibu Tigor,
anakku itupun banyak kali pengeluarannya, katanya dia sekarang sedang skripsi,
bentar lagi tamatlah dia menjadi sarjana hukum. Senang sekali aku. Tapi ibu-ibu tahu tidak selama limat tahun
aku harus banting Tulang, apalagi bapak
kami itu tidak lagi bisa bekerja. Sama seperti yang dibilang ibu Tigor itu baju
pun tidak bisa berganti...
Bu Manik : jangan mengeluh
ibu-ibu, masih untung kita bisa menyekolahkan anak-anak kita meskipun kita
harus banting Tulang, bagaimana
orang-orang yang disana itu tidak bisa
pun mereka makan. Memang kita harus berkorbannya untuk anak-anak kita. Asal ada
aja untuk mereka sudah senang ya hati ini.. Yesus pun berkorbannya untuk kita,
asallah kita selamat sudah senang ya hati Tuhan itu...ya khan ibu-ibu.
Jadi
janganlah kita mudah-mudah mengeluh apalagi terhadap anak-anak kita “anakhonki do hamoraon di au”, kalau nanti
mereka berhasil wah..bangga lah kita.
(Tiba-tiba Bapak Pendeta muncul & menyapa ibu-ibu yg sedang berbincang-bincang)
Pak Pendeta : Wah....asyik sekali
ibu-ibu ngobrolnya, apa belum
pulang........?
Bu Manik : Ia Pak pendeta, ini
kami lagi bincang-bincang tentang anak-anak.. sekarang khan biaya sekolah
mereka itu mahal sekali. Minta ini, minta itulah, untung kalau si anak itu baik
dan mau belajar, kalau tidak khan seperti buang-buang uang. Untuk memenuhi
biaya pendidikan mereka ini, akhirnya ibu-ibu yang suka belanja ini tidak lagi
bisa belanja untuk dirinya sendiri.
Pak Pendeta : oh....jadi ibu-ibu merasa
susah memikirkan mereka. Kenapa harus susah ibu....bukan sebenarnya lebih susah
kagi kalau tidak punya anak ??
Bu Sinaga : Ia ya amang......
Pak Pendeta : Ia.....jadi kalau ibu
merasa anak-anak itu menjadi beban, ya minta pertolongan Tuhan untuk menjaga dan
merawatnya. Bawa mereka di dalam doa-doa ibu-ibu, berikan waktu berkumpul
bersama mereka dan sesekali ajak mereka ke pajak atau ke ladang dimana ibu-ibu
bekerja supaya mereka tahu betapa beratnya mencari uang untuk sekolah mereka.
Jadi
bersyukurlah kepada Tuhan, telah menganugerahkan anak kepada kita. Kenalkanlah
Tuhan sesegera dan sesering mungkin
kepada mereka supaya mereka juga bisa dekat dengan Tuhan
Bu Turnip : Ia ya amang ....
Pak Pendeta : Ya udah ya ibu-ibu... saya mau permisi dulu, ada sermon majelis........
Bu Tigor : Ia amang, kami juga mau pulang, saya belum masak untuk makan
malam, tadi dari ladang ibu Turnip, mandi langsung ke gereja.
Bu Manik : Aku juga tadi begitu,
ya udahlah ibu-ibu kita ketemu besok lagi di ladangnya ibu Turnip.
Prolog : Demikianlah ibu-ibu di daerah itu, sesibuk-sibuknya
bekerja mencari uang tambahan bahkan sampai manggaji-gaji di ladang orang tidak
membuat mereka lupa kepada kumpulan ibu-ibu di gereja. Karena disitulah ibu-ibu
ini bisa berbagai pergumulan dan beban pikiran mereka. Karena disitu jugalah mereka bisa saling menguatkan dan mendengar
firman Tuhan.
Semua pemeran drama bernyanyi – menyanyikan lagu ”Anakhonki Do
hamoraon di au”
”Selamat Hari Natal Buat
Kita Semua, jayalah Ibu-Ibu Kristen”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar