Senin, 25 Juli 2011

Pentingnya Pelayanan Perkunjungan

PERKUNJUNGAN SEBAGAI SARANA MENGEMBANGKAN RELASI YANG MEMBANGUN DIANTARA WARGA GEREJA

Tidak semua yang tahu itu melaksanakan

Mencari alasan untuk meniadakan kegiatan perkunjungan jemaat dari pelayanan Jemaat, barangkali memang sulit. Itu berarti bahwa banyak orang tahu bahwa perkunjungan jemaat merupakan kegiatan yang penting dan perlu ada. Akan tetapi tidak semua yang mengakui dan tahu, itu lalu otomatis bersedia melaksanakannya. Dalam kenyataan hidup berjemaat, kegiatan perkunjungan ini pada umumnya kurang menggembirakan. Banyak sikap menunjukkan bahwa sepertinya perkunjungan jemaat itu bukan tanggungjawab warga. Cukuplan hal itu dilaksanakan pendeta dan anggota majelis. Mengapa demikian? Bagaimana menggiatkan perkunjungan jemaat?

Tanpa menaruh prasangka buruk, dari pepatah ‘tak kenal maka tak sayang’, mudah-mudahan kurang semaraknya kegiatan perkunjungan jemaat itu memang karena sungguh belum mengenal sajanya. Itu berarti untuk mengatasinya perlu mengenali dan menemukan kebutuhan perlunya perkunjungan pastoral. Perkunjungan dibutuhkan karena: Sebagai persekutuan milik Tuhan Yesus, sebenarnya kita sudah dikunjungi Tuhan (Yoh. 1:14) dan Tuhan tetap akan menyertai semua milik-Nya. Kehadiran Tuhan itu terwujud juga dengan melibatkan semua milik-Nya. Sebagai konsekuensi dari kesadaran itu, jemaat saling memperhatikan dan melakukan perkunjungan yang bertujuan menghadirkan Tuhan. Dengan kata lain agar kehadiran Tuhan dirasakan kembali dalam kehidupan jemaat.

Sebelum kita membicarakan bagaimana membangun Persekutuan /relasi melalui perkunjungan, marilah kita simak ayat Perjanjian Baru dari Kolose 3:15 yang mengatakan: “Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan beryukurlah”. Sejalan dengan ayat tersebut, Mazmur 133:1 juga menyatakan: “Sesungguhnya, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun”. Setelah memperhatikan ayat-ayat tersebut, kita mengerti bahwa Tuhan menghendaki agar kita menjalin kehidupan bersama, menjadi satu tubuh Kristus. Kita saling berbagi pengalaman dalam suatu kelompok orang percaya berdasarkan persahabatan dan persaudaraan. yang biasa disebut “Persekutuan”, atau “Fellowship”.

Namun dewasa ini kata “Persekutuan”, atau “Fellowship” kehilangan makna alkitabiah, yang sering diartikan dalam percakapan santai, sosialisasi, makan-makan bersama dan bersenang-senang. Persekutuan bukan sekadar berkumpul bersama dalam pelayanan, tetapi benar-benar menjalani kehidupan bersama yang saling berbagi dan tidak mementingkan diri sendiri, tetapi saling melayani, saling memperhatikan, menciptakan kenyamanan, memberikan persembahan, dan hal-hal yang berkenaan dengan inti dari Alkitab. Kita dapat melakukan kebaktian di gereja, tetapi kita tidak dapat melakukan persekutuan bersama orang banyak. Persekutuan yang terbaik adalah dalam lingkup yang lebih kecil, seperti Tuhan Yesus menetapkan paling banyak 12 orang murid yang selalu bersama Dia.

Demikian pula kehidupan dalam Tubuh Kristus, orang kristiani diharapkan dapat ikut serta membangun kelompok-kelompok dalam gereja yang melakukan kegiatan persekutuan, baik di rumah-rumah, dalam kelas sekolah minggu, dalam kelompok pemahaman Alkitab, dalam kelompok Pasutri, atau dalam kelompok yang lain. Kegiatan ini sangat memungkinkan bila dibentuk dalam kelompok kecil yang merupakan komunitas, dan bukan dalam kelompok yang besar. Tuhan telah memberikan janji yang luar biasa kepada kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari orang percaya, dalam Matius 18:20 mengatakan, “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka”

Agar persekutuan dapat mencapai tujuan, maka persekutuan dalam kelompok-kelompok kecil ini perlu dibangun, dibina dan dipupuk untuk menjadi komunitas yang benar. Rick Warren dalam bukunya “The Purpose Driven Life”, menguraikan dengan baik bagaimana membangun persekutuan yang benar, adalah sebagai berikut:

Saling Mengungkapkan Kenyataan

Dalam persekutuan, bukan hanya sekadar pembicaraan basa-basi, tetapi benar-benar mengungkapkan dari hati ke hati, dan bilamana perlu berbagi (sharing) dengan mengeluarkan “isi perut” kita. Itu dapat terjadi apabila dalam satu kelompok saling jujur tentang keberadaan mereka. Mereka secara jujur mengemukakan kepedihan, mengungkapkan perasaan, mengakui kesalahan, keragu-raguan, dan ketakutan, serta menyampaikan kelemahan-kelemahan mereka dan minta dibantu dalam doa. Kebenaran sering bertolak belakang dalam kenyataan, kadang-kadang kita temui di antara mereka terlihat menunjukkan sikap jujur dan rendah hati, namun kenyataannya hanya di permukaan saja, hanya berpura-pura, berpolitik dan memainkan peran palsu serta membungkus pembicaraan dengan sopan santun yang dibuat-buat. Orang sering menggunakan topeng, mamakai pelindung dan berlaku tidak wajar, oleh karena itu perilaku seperti ini akan mengakibatkan kehancuran persekutuan yang kita bangun.

Saling Memberi dan Menerima

Saling memberi dan menerima adalah merupakan seni di dalam membangun relasi antar sesama dan itu tergantung satu dengan yang lain. Dalam I Korintus 12:25 mengatakan, “Supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan”. Saling memberi dan saling menerima adalah merupakan jantung dari persekutuan, yaitu: membangun relasi yang timbal balik, tanggung jawab dalam berbagi (sharing), dan saling menolong satu dengan yang lain.

Dalam Roma 1:12 mengatakan, “Supaya aku ada di antara kamu dan turut terhibur oleh iman kita bersama, baik oleh imanmu maupun imanku”.

Seluruh anggota harus lebih berpendirian tetap dalam iman kita ketika orang lain berjalan bersama dan mendorong semangat kita. Alkitab memerintahkan kepada kita untuk selalu berrtanggung jawab, saling mendorong, saling melayani dan saling menghormati. Kita bertanggung jawab kepada setiap anggota tubuh Kristus, karena Tuhan menghendaki kita untuk mengerjakan apa saja untuk membantu mereka.

Saling Merasakan Duka-Cita

Saling merasakan duka-cita, bukan berarti memberi nasehat atau menawarkan jalan keluar, atau berpura-pura membantu, tetapi seharusnya kita “simpati”, yaitu ikut serta dan berbagi kepedihan hati seorang kepada yang lain. Namun kata yang lebih tepat adalah “empati” yaitu: mengenali perasaan, pikiran, sikap dan jiwa orang lain. Dalam empati, kita mengatakan: “Saya mengerti apa yang terjadi pada diri anda dan saya ikut merasakan bagaimana perasaan anda”.

Dengan demikian kita dapat mempertemukan dua kebutuhan manusia yang mendasar, yaitu kebutuhan untuk dimengerti dan kebutuhan untuk pembenaran perasaan. Setiap kali kita perlu mengerti dan menegaskan perasaan seseorang, berarti kita sudah ikut berperan serta membangun persekutuan. Namun kita ini sering terburu-buru untuk menentukan sesuatu dan tidak memiliki waktu untuk memberikan simpati atau empati kepada orang lain. Atau karena kita masih dikungkung oleh rasa sakit hati dan rasa kasihan pada diri sendiri, maka kita sering mengabaikan simpati atau empati pada orang lain.

Kita memerlukan kelompok kecil yang terdiri dari orang-orang yang memiliki kesetiaan pada Tuhan untuk dapat menarik kita dan menguatkan kita, bila ada salah seorang yang mengalami duka-cita. Hal itu diharapkan agar di dalam kelompok kecil ini, tubuh Kristus semakin nyata keberadaannya.

Saling Memberikan Kemurahan Hati

Persekutuan adalah suatu tempat untuk menyatakan kemuliaan Tuhan, dan persekutuan akan menjadi lebih sempurna bilamana kemurahan hati kita masing-masing dapat mengalahkan penghakiman. Dan itu semua memerlukan kerendahan hati kita masing-masing, karena kita dapat saja tersandung jatuh dan membutuhkan pertolongan untuk dapat kembali ke jalan yang benar.

Maka kita harus saling memberikan dan saling bersedia menerima kemurahan hati seorang terhadap yang lain. Dalam II Korintus 2:7 mengatakan, “Tetapi yang kami berikan ialah hikmat dari Allah yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita”. Kita tidak dapat melakukan persekutuan tanpa pengampunan. Tuhan mengingatkan kita, dalam Kolose 3:13a sebagai berikut: “Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain”.

Oleh karena itu kepahitan dan kekesalan hati selalu merusak persekutuan. Memang kita adalah manusia yang tidak sempurna dan orang berdosa, kadang-kadang sakit hati yang tidak ternilai dapat terjadi pada diri kita, ketika kita bersama-sama bersekutu dalam waktu yang cukup lama. Sakit hati, baik yang dalam maupun yang dangkal, sangat memerlukan kemurahan hati serta kelapangan dada untuk mengampuni orang lain. Ini sangat bermanfaat untuk menyempurnakan persekutuan kita. Kemurahan Tuhan kepada kita memotivasikan kita untuk mengampuni orang lain. karena Tuhan selalu siap sedia mengampuni kita. Ketika kita sakit hati terhadap orang lain, kita boleh memilih: “Apakah saya akan menggunakan energi dan emosi saya untuk membalas dendam atau penyelesaian?” Keduanya jangan dilakukan. Tetapi ampunilah dia karena Tuhan juga mengampuni kesalahan kita.

Banyak orang segan untuk memberikan kemurahan hati karena mereka belum mengerti perbedaan antara “kepercayaan” dan “pengampunan”. Pengampunan berarti membiarkan berlalu apa yang sudah terjadi, sedangkan kepercayaan memerlukan proses pembaharuan tingkah laku untuk masa depan. Pengampunan harus segera dilakukan, apakah yang bersangkutan meminta maaf atau tidak, sedangkan kepercayaan harus dibangun kembali dari waktu ke waktu. Kepercayaan memerlukan penilaian, dan jika seseorang berkali-kali menyakiti hati kita, maka sesuai perintah Tuhan, kita tetap mengampuni, namun tentu saja kita tidak cepat menaruh kepercayaan kembali kepadanya dan kita tidak ingin membiarkan dia selalu menyakiti hati kita. Tempat terbaik untuk memperbaiki kepercayaan kepada seseorang, adalah dalam kelompok kecil yang dapat memberi dorongan dan tanggung jawab. Oleh karena itu sangat dianjurkan agar kita ikut serta dalam kelompok kecil yang memiliki komitmen untuk menegakkan persekutuan yang benar.

Persekutuan merupakan inti dari kehidupan Kristiani, dan bila kita tidak mengikuti persekutuan seperti ini, kita akan kehilangan kesempatan untuk memperbaiki diri dan pengalaman dalam kehidupan bersama orang percaya, karena kita diciptakan untuk komunitas. Namun dalam membangun komunitas perlu suatu proses pembinaan dan pemupukan agar komunitas tersebut dapat bertumbuh lebih subur dan bermanfaat bagi kita serta mendatangkan kemuliaan bagi Tuhan. Dalam upaya memupuk komunitas, Rick Warren menuliskan demikian: “Apabila anda merasa lelah dalam mengikuti persekutuan imitasi yang penuh kepura-puraan, tentu saja anda ingin membina dan memupuk menjadi persekutuan yang benar-benar mencintai komunitas. Maka anda memerlukan beberapa pilihan yang mengandung risiko, yaitu: (1) kejujuran, (2) kerendahan hati, 3) saling menghormati, (4) saling menjaga rahasia dan (5) memerlukan keteraturan mengalokasikan waktu bersama untuk menbangun relasi”

Lima hal yang disarankan oleh Rick Warren untuk memupuk komunitas tersebut, masih diperlukan komitmen dari masing-masing anggota untuk melaksanakan kebersamaan dengan berani menanggung risiko, yaitu: harus dapat menghilangkan sifat egois dan mementingkan diri sendiri. Dengan bantuan Roh Kudus kita dapat menciptakan persekutuan di antara orang percaya, tetapi Dia akan memampukan kita, terletak pada pilihan dan komitmen yang kita buat. Rasul Paulus memberi jalan keluar dalam Efesus 4:3 demikian: “Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera” Ia menekankan adanya kekuasaan Tuhan dan upaya kita untuk mewujudkan suatu komunitas Kristiani yang penuh cinta kasih.

Dengan demikian, dapat kita simpulkan, bahwa komunitas bukan sekadar berhura-hura, tetapi saling menguatkan dalam pertumbuhan spiritual kita. Apabila kita ingin membangun persekutuan, berarti kita harus berani meluangkan waktu untuk selalu bertemu dalam kebersamaan. Kita perlu membina dan memupuk kelompok dengan menggunakan sembilan karakteristik sebagai persekutuan yang alkitabiah, yaitu:

1) Saling membagi perasaan (Authenticity)
2) Saling mendukung (Mutuality)
3) Saling memberikan simpati/empati (Sympathy / Empathy)
4) Saling memaafkan dan memiliki kemurahan hati (Mercy)
5) Saling menegur dengan kejujuran dan cinta kasih (Honesty)
6) Saling mengakui kelemahan (Humility)
7) Saling menghargai perbedaan (Courtesy)
8) Saling tidak menyebar gossip (Confidentiality)
9) Mengutamakan kebersamaan kelompok (Frequency)

Kiranya Tuhan memberkati kita dalam upaya membangun persekutuan melalui perkunjungan.

---==o0o==---.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar